Jakarta (22 Maret 2024) – Asosiasi LBH APIK Indonesia, Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang tergabung dalam Konsorsium Masyarakat Sipil untuk Keterbukaan Pemerintah di Isu Akses Keadilan dan dengan dukungan dari Dompet Dhuafa mengadakan Lokakarya Revisi UU Bankum pada Jumat (22/03/2024) di Hotel Sofyan Menteng, Jakarta Pusat. Lokakarya ini merupakan rangkaian advokasi masyarakat sipil dalam mengawal revisi Undang-Undang No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang tengah berjalan.
Kegiatan lokakarya berlangsung secara hybrid dengan mengundang OBH terakreditasi dari berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Semarang, NTT, Medan, Sumsel, Sulsel, dan Bali. Selain OBH, turut hadir juga perwakilan Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN) dan memaparkan arah dan pokok-pokok perubahan Revisi UU Bankum yang diusulkan Pemerintah.
Lokakarya ini bertujuan untuk memetakan bersama berbagai dinamika, tantangan, dan pembelajaran penting dalam implementasi UU No 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, yang nantinya akan digunakan sebagai bahan usulan masyarakat sipil terhadap revisi UU Bankum. BPHN saat ini tengah menyusun draft Revisi Undang-undang Bantuan Hukum. Oleh karenanya, partisipasi masyarakat sipil dalam prosesnya menjadi penting.
Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum BPHN, Sofyan, yang hadir sebagai narasumber, menyampaikan bahwa BPHN telah selesai membuat naskah akademik. Beberapa pokok perubahan akan mencakup sejumlah aspek, seperti konsep penerima bantuan hukum, penguatan pemberian bantuan hukum nonlitigasi, dan penguatan peran paralegal.
Selanjutnya, sesi diskusi kelompok terarah dengan OBH difasilitasi oleh rekan-rekan Konsorsium untuk merumuskan apa yang menjadi catatan penting terkait revisi UU Bankum dan masukan terhadap perubahan di UU Bankum. Beberapa poin yang menjadi catatan penting untuk usulan perubahan Revisi UU Bankum di antaranya:
- Merevisi subjek penerima bankum, tidak terbatas pada orang/kelompok miskin yang ditunjukkan dengan SKTM saja namun diperluas menjadi kelompok rentan. Selain itu, juga perlu melihat bahwa kemiskinan dilihat dengan aspek struktural sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan korban kekerasan struktural.
- Perluasan cakupan bantuan hukum yang selama ini belum diakomodasi dalam program bantuan hukum, seperti pembiayaan ahli, pendampinan kasus mekanisme hukum adat, dan kebutuhan penyelesaian perkara sebelum persidangan seperti diversi dan praperadilan.
- Penguatan mandat Pemerintah Daerah dalam penyediaan anggaran bantuan hukum maupun dalam koordinasi dan pemberian dukungan untuk penguatan kapasitas OBH.
- Mengkaji ulang terkait rekognisi dan sertifikasi paralegal BPHN karena selama ini ditemukan berbagai hambatan saat proses pendampingan hukum. Sertifikasi dan pelatihan paralegal diubah menjadi kewenangan OBH.
- Memperbarui cakupan ruang lingkup litigasi dan nonlitigasi, di mana pendampingan terhadap korban tindak pidana yang selama ini memerlukan anggaran yang tidak sedikit dapat dimasukkan ke dalam pendampingan litigasi.
- Perlindungan data pribadi penerima bantuan hukum yang mengakses layanan bantuan hukum sehingga jaminan atas perlindungan data pribadi ini perlu masuk dalam revisi UU Bankum.
- Jaminan atas perlindungan data pribadi penerima bantuan hukum di setiap tahapan bankum.
- Jaminan atas perlindungan korban, terutama korban kekerasan berbasis gender dalam program bantuan hukum.
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, OBH dari berbagai daerah yang menjadi peserta kegiatan lokakarya akan melakukan advokasi bersama dalam mengawal Revisi UU Bantuan Hukum. (FR)
Dokumentasi Kegiatan: