Jakarta – Asosiasi LBH APIK Indonesia menerima undangan untuk menjadi narasumber dalam acara Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPD RI untuk membahas Kekerasan Berbasis Gender (KBG) pada perempuan di Kantor DPD RI, Senin, 2 September 2024. RDPU tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Asosiasi LBH APIK, yaitu Khotimun Sutanti selaku narasumber, Asnifriyanti Damanik, Mahendra Suryana, dan Qanita Qamarrunisa. Selain itu, hadir pula perwakilan Komnas Perempuan sebagai narasumber.
Khotimun Sutanti selaku Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia menyampaikan bahwa jumlah pengaduan kasus perempuan dan anak yang masuk ke kantor-kantor LBH APIK totalnya hampir 2000 kasus pada tahun 2023. Selain itu, kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat drastis sejak adanya Pandemi Covid-19. Pemaparan dilanjutkan oleh data mengenai kekerasan dalam Rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual.
Data dari kantor-kantor LBH APIK menyebutkan bahwa dalam kasus KDRT, mayoritas dialami oleh istri, diikuti oleh anak, lansia, dan pekerja rumah tangga (PRT). Sementara itu, mayoritas pengaduan yang diterima oleh LBH APIK di Jabodetabek adalah kasus KDRT yang menyerang fisik dan psikis. Jenis kekerasan seksual berupa pelecehan seksual fisik dan penyebaran konten intim tanpa konsensual menjadi dua kasus yang paling banyak diadukan ke LBH APIK di Jabodetabek. Khotimun Susanti menekankan bahwa substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum dapat menjadi hambatan korban KDRT dalam penyelesaian kasus KDRT dan/atau kekerasan seksual.
Dalam kegiatan tersebut, terdapat rekomendasi yang disampaikan oleh Asosiasi LBH APIK Indonesia kepada Komite III DPD RI. Beberapa diantaranya adalah:
- Reformasi UU ITE dan UU Kesehatan agar memastikan perlindungan korban KDRT dan kekerasan seksual;
- Mendorong implementasi UU PPRT untuk memastikan perlindungan PRT dan pemberi kerja;
- Mendorong Implementasi UU TPKS dan aturan turunannya yang berperspektif korban dan pelaksanaan KUHP yang tidak menjadi kontraproduktif terhadap UU TPKS;
- Mengevaluasi pelaksanaan restorative justice yang masih sering kurang tepat, dan disimplifikasi “mendamaikan”;
- Mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan akses layanan bagi korban KBG untuk pemulihan dan akses rumah aman, terutama di daerah-daerah, untuk membangun UPTD PPA secara lengkap (layanan dan sarana prasarananya), juga jangkauan pelaporan kasus KBG yang lebih mudah bagi korban, dan penguatan akses layanan pemulihan dengan perspektif yang non diskriminatif dan bebas blaming of the victim.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komite III DPD RI, Hasan Basri menganggap perlu untuk menggelar rapat kerja bersama dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Menteri PPPA RI) untuk membahas solusi dan langkah ke depan untuk menekan tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan.
Ditulis oleh:
Mahendra Suryana & Qanita Qamarrunisa
Asosiasi LBH APIK Indonesia