YOGYAKARTA – Para pengiat sosial dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Akses Keadilan (ALAMAK) mendatangi kantor Dinas Sosial DIY. Kedatangan mereka untuk menyampaikan aspirasi agar DIY memiliki peraturan daerah tentang layanan bantuan hukum bagi warga miskin dan kelompok rentan.
Menurut peenggerak ALAMAK, Rina Imawati, aliansi gabungan ini memilih mendatangi Dinsos DIY sebagai perwakilan Pemda DIY yang diharapkan dapat mengimplementasikan tawaran pelayanan bantuan hukum bagi warga miskin dan kelompok rentan lainnya.
Dinas Sosial DIY diyakini memiliki data calon penerima manfaat yang rutin diperbarui jika Perda bantuan hukum ini bisa diwujudkan. “Desakan ini penting dikarenakan fokus penerima manfaat dari rancangan perda yang ditawarkan tidak hanya sebatas masyarakat miskin, tetapi juga kelompok rentan yang basis datannya dimiliki oleh Dinsos DIY melalui data Penyandang Masalah Kerawanan Sosial (PMKS),” terangnya dalam siaran pers yang diterima SINDOnews Jumat (11/10/2019).
Dijelaskannya, terbentuknya aliansi ini melalui proses yang panjang. Hal ini diawali dari berbagai tahapan awal mulai dari penyusunan policy brief, penelitian kebutuhan rancangan perda bantuan hukum di DIY yang dimuat dalam bentuk naskah akademik, sampai dengan pembentukan ALAMAK.
“Gerakan ini dilakukan sebagai bentuk gerakan advokasi bersama untuk mendorong Pemerintah Daerah DIY dapat segera mewujudkan peraturan daerah. Kita juga akan desakan pada DPRD DIY,” tandas Direktur LBH Apik ini.
Kepala Dinas Sosial DIY, Untung Sukaryadi mengatakan, gerakan dari ALAMAK ini sebenarnya sudah sejalan dengan rencana Dinsos DIY. Pihaknya mengaku sudah memikirkan pentingnya perluasan layanan bagi para penerima bantuan sosial di DIY terutama dalam hal bantuan hukum yang saat ini sangat dibutuhkan.
“Seperti pada perempuan korban kekerasan, anak berhadapan dengan hukum dan difabel berhadapan dengan hukum, termasuk juga para lansia yang rentan bermasalah hukum serta kelompok rentan lainnya,” ulasnya.
Untuk itu dia menyarankan ada surat resmi yang masuk ke Dinsos DIY. Dengan demikian bisa menjadi rujukan pembahasan bersama DPRD DIY.
“Ini klop tinggal kami menunggu surat resmi sehingga bisa kita bahas dengan DPRD. Tembusan ke komisi D DPRD DIY juga penting. Intinya kami akan tindak lanjuti,” pungkasnya.
Sementara itu akademisi Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY), Andrie Irawan menjelaskan sejumlah alasan penting perlunya Perda DIY tentang Bantuan Hukum dengan perluasan cakupan tidak hanya terbatas bagi masyarakat miskin tetapi juga kelompok rentan.
Pertama, keberadaan UU No 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum hanya memberikan batasan bagi penerima bantuan hokum terbatas bagi warga miskin secara ekonomi yang dibuktikan dengan surat keterangan atau dokumen lainnya, padahal di beberapa wilayah DIY, surat keterangan miskin sudah tidak dikeluarkan lagi.
Kedua, berbicara bantuan hukum tidak hanya amanat dari UU Bantuan Hukum saja namun juga UU lainnya seperti UU Perlindungan Anak, UU Lanjut Usia, UU PKDRT, dan UU Penyandang Disabilitas mengamanatkan serupa. “Sehingga jika DIY merangkumnya dalam satu produk hokum tanpa berbasis sektorat, tentunya perda bantuan hukum di DIY akan lebih istemewa dan juga inklusi,” terang Direktur SAPA yang juga menjadi salah satu anggota ALAMAK DIY ini.
Ketiga amanat dalam UU bantuan Hukum sendiri juga menyebut bahwa Pemda dapat menganggarkan dan menyelenggarakan bantuan hukum tentunya sesuai kebutuhan masing-masing.
Menurut Andrie, secara sosiologis masih banyak kelompok rentan yang masih kesulitan mengakses bantuan hukum dari pemerintah difabel berhadapan hukum dan kelompok rentan lainnya. “Terakhir jika perda ini diwujudkan keistimewaan DIY akan benar-benar terwujud secara nyata dan tentunya DIY tidak hanya istimewa tetapi juga inklusi,” tegasnya.
sumber: sindonews