TEMPO.CO, Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK menyebut putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP terhadap Ketua KPU Hasyim Asy’ari merupakan salah satu rujukan penting dalam upaya pencegahan kekerasan berbasis gender dalam penyelenggaraan pemilu.
“Putusan DKPP atas perkara pelanggaran etik Ketua KPU Hasyim Asy’ari tersebut harus dijadikan pijakan bagi penguatan tata kelola Pemilu agar bebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan berbasis gender,” kata Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Khotimun Sutanti dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Kamis, 4 Juli 2024.
Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh Hasyim, kata Khotimun, dapat digunakan sebagai pembelajaran dalam menganalisis kerentanan korban dalam relasi kuasa yang tidak setara. Hal ini penting sebagai upaya mencegah dan merespons bentuk-bentuk diskriminasi dan kekerasan seksual dalam penyelenggaraan pemilu di masa mendatang.
Ketidaksetaraan kuasa, lanjut Khotimun, sangat rentan terhadap berbagai kekerasan termasuk di antaranya kekerasan seksual. “Bahwa pada prinsipnya hubungan seksual haruslah konsensual dan setara,” kata Khotimun.
Menurut Khotimun perlu untuk segera menyusun sistem pencegahan dan penanganan diskriminasi berbasis gender dalam tata kelola lembaga penyelenggaraan pemilu. Sistem tersebut mesti diterapkan di KPU, KPU Daerah, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sebelumnya, DKPP membacakan putusan kasus pelanggaran etik Ketua KPU Hasyim Asy’ari atas kasus pelecehan seksual. DKPP menyatakan bahwa Hasyim terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap CAT.
“Mengabulkan pengaduan pengadu untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis DKPP Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan pelanggan etik siang ini, Rabu, 3 Juli 2024.
Dalam putusan itu, Heddy memberi sanksi pemberhentian tetap kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari. “Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy’ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujarnya.
Heddy meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk melaksanakan putusan ini paling lambat tujuh hari sejak putusan ini dibacakan. Dia meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini.