[Siaran Pers] Kasus CAT: DKPP Harus Tindak Tegas Pelaku, Hormati Hak Korban, dan Ciptakan Mekanisme Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dalam Lembaga dan Sistem Penyelenggaraan Pemilu

Pada hari Kamis, 6 Juni 2024, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyelenggarakan sidang kedua mengenai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari, (Perkara No.114-P/L-DKPP/IV/2024), dengan agenda melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan korban berinitial CAT, seorang petugas Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Asosiasi LBH APIK Indonesia dan 18 Kantor LBH APIK yang selama ini melakukan pembelaan terhadap korban diskriminasi dan kekerasan berbasis gender telah memantau dan mencermati kronologi dan fakta-fakta hukum yang kami peroleh. Dari pencermatan tersebut, kami menyampaikan pendapat sebagai berikut:

  1. Hubungan atasan dengan bawahan dalam konteks ketua KPU Hasyim Asy’ari terhadap CAT, seperti diktetahui adalah petugas PPLN Luar Negeri di bawah perintahnya sebagai bawahan, menimbulkan relasi kuasa yang timpang, sehingga kedudukan CAT menjadi sangat rentan terhadap berbagai bentuk manipulasi, eksploitasi dan kekerasan seksual. Oleh karenanya, dalam perkara pelanggaran etik Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, kami meminta DKPP juga memeriksa dugaan kekerasan seksual dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan dan perbawanya sebagai ketua KPU dengan melakukan tipu muslihat dengan tujuan agar dapat melakukan aktivitas seksual dengan CAT.
  2. Dalam konteks kekerasan berbasis gender dan bentuk-bentuk lain kekerasan terhadap perempuan, relasi kerja dengan kedudukan yang tidak seimbang rentan terhadap berbagai bentuk diskriminasi, eksploitasi, manipulasi dan kekerasan termasuk di dalamnya kekerasan seksual, baik dalam bentuknya yang paling subtil dan halus maupun bentuk-bentuk kekerasan fisik dan non-fisik (psikologis) yang kasat mata. Bentuk-bentuk manipulasi dan tipu daya kepada korban kekerasan seksual yang sering muncul dalam kasus-kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh kantor-kantor LBH APIK diantaranya menciptakan suasana batin sedemikian rupa, baik dengan dalih menjalin intensitas hubungan kerja atau hal lainnya, rangkaian cerita yang mengandung tipu muslihat dan atau rangkaian kebohongan untuk mendapatkan simpati, janji-janji dan atau seolah-olah akan menikahi, serta komunikasi bersifat seksual.
  3. Dalam kedudukan dan peranannya sebagai Ketua KPU, Hasyim Asy’ari dapat diduga menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan CAT atau dengan penyesatan menggerakkan CAT untuk melakukan atau membiarkan dilakukan aktivitas seksual dengannya. Penyalahgunaan wewenang dan tipu daya ini telah diatur dalam UU No. 12 tahun 2022 tentangTindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Pasal 6(c) yang berbunyi: “Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain.”
  4. Dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Hasyim Asy’ari juga melanggar Peraturan KPU No. 4 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, yang berbunyi: Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dilarang: (1) melakukan perbuatan yang tercela, dilarang atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku di masyarakat.
  5. Perbuatan tersebut telah berdampak psikologis pada CAT, sebagaimana tampak pada korban kekerasan seksual pada umumnya yang banyak ditangani oleh kantor-kantor LBH APIK. Dampak tersebut antara lain kehilangan rasa kepercayaan diri (self esteem), serta mengganggu pelaksanaan tugasnya sebagai Penyelenggara Pemilu. Hal ini juga membuat CAT harus mendapatkan bantuan konseling psikologis untuk membantu memulihkan dampak psikologis dari perbuatan Ketua KPU Hasyim Asy’ari. LBH APIK Jakarta telah membantu CAT merujuk berkonsultasi dan memperoleh pendampingan dengan salah satu lembaga layanan psikologi.
  6. Bahwa sikap, cara pandang, serta perbuatan Ketua KPU Hasyim Asy’ari kepada CAT dan perempuan lain sebelumnya, yang mempunyai kecenderungan secara tersirat dan tersurat melakukan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan serta perendahan martabat perempuan, antara lain dihapusnya ketetuan-ketentuan yang dapat melindungi perempuan dalam PKPU Nomor 8 tahun 2019 saat Hasyim Asy’ari menjadi pimpinan.

Asosiasi LBH APIK Indonesia telah bersurat resmi kepada DKPP pada tanggal 5 Juni 2024, mengenai pentingnya melakukan pencermatan terhadap dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Hasyim Asy’ari terhadap CAT sebagai pertimbangan penting dari pelanggaran kode etik yang telah dikemukakan kuasa hukum CAT kepada DKPP. Atas dasar argumentasi tersebut diatas, Asosiasi LBH APIK Indonesia dan 18 Kantor LBH APIK di berbagai provinsi menyatakan dukungan penuh terhadap CAT dalam mengungkapkan kekerasan seksual yang dialaminya, serta menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:

  1. mendukung DKPP untuk menegakkan etik dengan tegas bagi penyelenggara Pemilu, dengan memberhentikan Hasyim Asy’ari, dengan tidak hormat dari jabatannya dan pekerjaanya yang dalam kasus ini dalam kedudukannya sebagai anggota dan Ketua KPU. Dengan demikian kami bisa berharap putusan DKPP nantinya, akan menjadi salah satu putusan yang dapat menjadi pijakan dalam penghapusan kekerasan berbasis gender dalam penyelenggaraan pemilu.
  2. mendukung DKPP untuk menciptakan proses penegakan etik yang bebas diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, dan dengan mengedepankan pengalaman korban kekerasan seksual yang menghadapi berbagai hambatan diskriminasi dan ketidakberdayaan fisik maupun psikis sebagai akibat ketidakadilan gender, serta dampak yang dialami oleh korban.
  3. Mengingat banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi kami meminta DKPP, KPU, dan unsur Penyelenggara Pemilu, serta lembaga publik lainnya untuk memasukkan secara eksplisit bahwa kekerasan seksual baik fisik, non fisik, maupun berbasis elektronik merupakan pelanggaran kode etik yang tidak dapat ditoleransi, serta menyusun mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dalam Pemilu, mulai dari rekruitmen dengan penelusuran riwayat dan kecenderungan perilaku kekerasan seksual, para calon membangun kesadaran dan sosialiasi berkelanjutan, saluran pengaduan yang sensitif korban kekerasan berbasis gender, serta pemantauan secara intensif, sehingga tercipta ruang aman bagi semua, terutama perempuan dan kelompok rentan.

Jakarta, 10 Juni 2024,

Narahubung:
Khotimun S – Koord. Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia (085283802378)

Asosiasi LBH APIK Indonesia
LBH APIK Aceh
LBH APIK Sumatera Selatan
LBH APIK Medan
LBH APIK Banten
LBH APIK Jakarta
LBH APIK Jawa Barat
LBH APIK Yogyakarta
LBH APIK Semarang
LBH APIK Kota Batu Malang
LBH APIK Sulawesi Selatan
LBH APIK Sulawesi Tengah
LBH APIK Bali
LBH APIK NTB
LBH APIK NTT
LBH APIK Jayapura
LBH APIK Kalimantan Timur

Terimakasih!

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.